Bahan Baku Industri Farmasi Indonesia Masih Impor

14-03-2019 / KOMISI VI
Wakil Ketua Komisi VI DPR RI Inas Nasrullah Zubir saat memimpin Tim Kunjungan Kerja Spesifik Komisi VI DPR RI ke Kantor PT. Biofarma (Persero) di Bandung. Foto: Dep/rni

 

 

Industri Farmasi Indonesia belum mempunyai bahan baku lokal yang bisa dipasok oleh industri kimia dasar nasional dalam mendukung kepentingan  produksinya. Sebagian besar bahan baku yang digunakan oleh BUMN farmasi masih diimpor dari luar negeri. Wakil Ketua Komisi VI DPR RI Inas Nasrullah Zubir menilai, hal ini harus menjadi perhatian pemerintah.

 

“Jika memang diperlukan, maka pemerintah harus berupaya membangun suatu perusahaan BUMN yang bergerak di bidang industri kimia dasar, agar bisa menyuplai bahan baku yang diperlukan oleh industri farmasi nasional," ucap Inas saat memimpin Tim Kunjungan Kerja Spesifik Komisi VI DPR RI ke Kantor PT. Biofarma (Persero) di Bandung, Jawa Barat, Rabu (13/3/2019).

 

Dalam kesempatan tersebut, politisi Fraksi Partai Hanura itu. juga menyampaikan bahwa Indonesia pernah menjadi salah satu negara penyuplai vaksin polio terbesar di dunia. Hampir dua pertiga kebutuhan dunia akan vaksin polio dalam bentuk oral disuplai dari perusahaan Biofarma di Indonesia.

 

Namun sejak tahun 2016, penggunaan vaksin polio suntik lebih diutamakan oleh lembaga kesehatan dunia WHO. Dalam resolusi terbarunya, WHO menyatakan bahwa vaksin polio oral tidak lagi digunakan. Kondisi tersebut jelas berdampak pada menurunnya  pendapatan yang diperoleh PT Biofarma. Meskipun hingga saat ini vaksin oral masih tetap digunakan di negara-negara berkembang.

 

"Ketika dunia sudah beralih menggunakan vaksin polio suntik, seharusnya Biofarma ikut mengembangkan hal tersebut, supaya kita mampu menjadi penyuplai vaksin polio yang murah dengan tetap mengikuti perkembangan teknologi yang baru," ujar legislator dapil Banten III itu.

 

Sementara terkait rencana pemerintah untuk melakukan holding terhadap empat perusahaan farmasi BUMN, yakni PT. Kimia Farma, PT. Biofarma, PT. Indofarma, dan PT. Phapros, Inas menilai kebijakan tersebut tidaklah tepat. Menurutnya, kalau tujuannya hanya untuk mengembangkan bahan baku, maka holding itu tidak ada manfaatnya. Seharusnya yang dilakukan terhadap empat perusahaan farmasi itu dengan dilakukan merger saja.

 

“Hal inilah yang harus dipikirkan kembali oleh pemerintah, khususnya Kementerian BUMN. Bukan perusahaan yang bergerak dibidang yang sama yang dilakukan holding, kalau seperti itu lebih baik merger saja. Kontruksi pemikiran Kementerian BUMN inilah yang harus dibenahi. Holding BUMN harus jelas arahnya dan harus juga menguntungkan holding-nya, bukan holding yang semau-maunya," tandasnya. (dep/sf)

BERITA TERKAIT
Rivqy Abdul Halim: BUMN Rugi, Komisaris Tak Layak Dapat Tantiem
19-08-2025 / KOMISI VI
PARLEMENTARIA, Jakarta - Anggota Komisi VI DPR RI, Rivqy Abdul Halim menegaskan dukungan atas langkah Presiden Prabowo Subianto menghapus tantiem...
KAI Didorong Inovasi Layanan Pasca Rombak Komisaris dan Direksi
15-08-2025 / KOMISI VI
PARLEMENTARIA, Jakarta - Anggota Komisi VI DPR RI Nasim Khan menyambut baik pergantian Komisaris dan Direksi PT Kereta Api Indonesia...
Puluhan Ribu Ton Gula Menumpuk di Gudang, Pemerintah Harus Turun Tangan
11-08-2025 / KOMISI VI
PARLEMENTARIA, Jakarta – Anggota Komisi VI DPR RI Nasim Khan menyoroti kondisi sejumlah gudang pabrik gula di wilayah Situbondo dan...
Koperasi Merah Putih adalah Ekonomi yang Diamanahkan Oleh Founding Fathers Kita
06-08-2025 / KOMISI VI
PARLEMENTARIA, Jakarta– Koperasi Desa/Kelurahan Merah Putih didorong oleh kebutuhan untuk meningkatkan kesejahteraan ekonomi masyarakat desa melalui pendekatan ekonomi kerakyatan yang...